Pemerintahan baru Suriah akan menghadapi tantangan besar dalam mengelola proyek-proyek warisan rezim lama, terutama yang sarat kepentingan kroni. Salah satu yang paling mencolok adalah Marota City, megaproyek ambisius di Damaskus yang sejak awal memicu kontroversi luas.
Proyek ini digagas sebagai kota modern terpadu dengan menara pencakar langit, kawasan bisnis, dan apartemen mewah. Namun, di balik kemewahannya tersimpan kisah pilu tentang ribuan warga yang tergusur dari tanah leluhur mereka tanpa kompensasi yang layak.
Salah satu sorotan utama publik adalah keberadaan dua menara kembar yang disebut-sebut dimiliki oleh Asma al-Assad, istri mantan Presiden Bashar al-Assad. Walau narasi publik sering menggambarkan seluruh kota itu miliknya, faktanya hanya dua menara tersebut yang terhubung langsung dengan nama Asma.
Meski begitu, simbolisme menara kembar itu sangat kuat. Pembangunannya tidak pernah berhenti, bahkan ketika menara-menara lain terhenti karena kelangkaan semen dan besi. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa kepentingan keluarga Assad lebih diutamakan ketimbang kebutuhan warga biasa.
Bagi masyarakat Suriah, Marota City telah menjadi lambang ketidakadilan sosial. Proyek yang digadang-gadang sebagai mercusuar kemajuan justru meninggalkan luka dalam di hati mereka yang kehilangan rumah dan lahan.
Kini, muncul pertanyaan besar: bagaimana pemerintahan baru Suriah akan menangani warisan proyek semacam ini? Apakah negara akan melakukan akuisisi melalui perusahaan milik negara?
Jika akuisisi benar dilakukan, warga berharap pemerintah baru tidak hanya menghentikan praktik kroniisme, tetapi juga memberikan kompensasi adil kepada keluarga yang telah digusur. Kepercayaan masyarakat bergantung pada cara transisi kekuasaan ini dijalankan.
Marota City bisa menjadi ujian moral dan politik. Jika dikelola dengan adil, proyek ini bisa diubah menjadi simbol rekonsiliasi. Sebaliknya, jika dibiarkan tetap menjadi lahan kroni, luka lama akan semakin sulit disembuhkan.
Banyak pengamat menilai pemerintah baru tidak bisa sekadar menutup mata. Keputusan terhadap Marota City akan menjadi tolok ukur sejauh mana rezim baru benar-benar berbeda dari rezim Assad.
Dalam wacana publik, beberapa pihak mengusulkan agar pemerintah mengubah fungsi sebagian menara dan lahan menjadi perumahan rakyat atau fasilitas umum. Gagasan ini dinilai lebih mencerminkan kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan segelintir elit.
Namun, tantangan tidak ringan. Kepentingan bisnis, investor asing, dan jaringan lama rezim Assad masih membayangi. Pemerintah baru harus menyiapkan strategi hukum dan ekonomi yang kuat agar akuisisi tidak menimbulkan krisis baru.
Sebagian warga mengaku hanya ingin kepastian. Mereka tidak menuntut keajaiban, melainkan keadilan yang selama ini tertunda. Kompensasi tanah dan rumah yang hilang menjadi prioritas utama.
Narasi di media sosial menunjukkan kekecewaan yang mendalam terhadap bagaimana Marota City dipersepsikan. Banyak yang menganggapnya sebagai proyek pamer kekuasaan, bukan pembangunan untuk rakyat.
Di sisi lain, ada pula suara yang menyebut proyek itu sebaiknya diteruskan dengan syarat adanya transparansi penuh. Dengan begitu, dana yang sudah terlanjur masuk tidak terbuang sia-sia.
Pemerintahan baru dihadapkan pada dilema antara menjaga investasi yang ada atau membongkar sepenuhnya simbol kroniisme lama. Keduanya sama-sama mengandung risiko besar bagi stabilitas.
Namun, satu hal pasti: masyarakat Suriah menunggu langkah tegas. Janji perubahan hanya akan berarti jika diwujudkan dalam kebijakan nyata, bukan sekadar retorika politik.
Marota City pada akhirnya bukan sekadar proyek bangunan, melainkan simbol tentang bagaimana negara memperlakukan rakyatnya. Ia adalah cermin masa lalu dan peluang masa depan.
Jika pemerintah baru berhasil mengembalikan hak rakyat atas tanah yang dirampas, Suriah akan memulai bab baru yang lebih adil. Sebaliknya, jika proyek ini tetap menjadi monopoli elit, maka perubahan hanyalah nama tanpa makna.
Keputusan tentang Marota City akan tercatat dalam sejarah Suriah. Ujian pertama ini akan menunjukkan apakah pemerintah baru benar-benar berpihak pada rakyat atau sekadar melanjutkan warisan rezim lama dengan wajah yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar